Peringati Satu Tahun Penetapan Hutan Adat, Pemda Lebak Gelar Festival Hutan Adat

Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya didampingi Jaro Wahid dan Direktur Eksekutif RMI saat konferensi pers di aula Pendopo Bupati Lebak, Selasa 12/12 (Foto/Deni).

LEBAK – Dalam rangka memperingati satu tahun pengakuan hutan masyarakat adat, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lebak bekerja sama dengan Rimbawan Muda Indonesia (RMI) akan menggelar Festival Hutan Adat, pada Sabtu 16 Desember 2017 mendatang di wilayah hutan adat Kasepuhan Karang, Desa Jagakarsa, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak

Festival Hutan Adat merupakan bentuk apresiasi dalam menjaga semangat advokasi hutan adat, termasuk di wilayah konservasi negara agar terus hidup.

“Pemerintah daerah sangat mendukung pengelolaan hutan oleh masyarakat, terutama oleh masyarakat adat. Di Kabupaten Lebak, terdapat 522 masyarakat kasepuhan dan satu masyarakat Baduy,” kata Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya, saat konferensi pers persiapan pelaksanaan Festival Hutan Adat, di Pendopo Bupati, Selasa (12/12).

Baca juga :
Jalin Solidaritas Jurnalis, IWO Lebak Bentuk Kepengurusan
BLK Harus Mampu Cetak Tenaga Profesional dan Siap Kerja
Bangga Jadi Urang Lebak
Menikmati Senja di Balong Ranca Lentah Rangkasbitung

Iti mengatakan, Pemda Lebak mempunyai Perda Nomor 8 Tahun 2015 yang mengakui, melindungi dan memberdayakan kasepuhan sebagai komitmen untuk kesejahteraan masyarakat kasepuhan yang wilayahnya tumpang tindih klaim dengan pihak lain, yaitu Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan Perum Perhutani.

“Kasepuhan Karang merupakan satu dari delapan komunitas masyarakat hukum adat yang menerima kembali hutan adatnya, pasca dikeluarkanya putusan MK nomor 35/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa hutan adat adalah bukan lagi hutan negara, tetapi hutan milik masyarakat hukum adat,” bebernya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif RMI Mardha Tillah menjelaskan, peringatan satu tahun hutan adat yang akan digelar sekaligus mengingatkan berbagai pekerjaan yang masih belum tuntas meski pengakuan secara legal sudah didapat masyarakat Kasepuhan Karang atas hutan adatnya.

“Pengakuan di lapangan masih terus perlu disosialisasikan karena banyak pihak belum paham tentang penetapan hutan adat yang memberikan keleluasaan bagi masyarakat hukum adat untuk mengelola hutannya sesuai peraturan adatnya,” terang Mardha.

Menurut Mardha, hutan adat Kasepuhan Karang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) setelah adanya Perda Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Kasepuhan yang mengakui masyarakat kasepuhan sebagai subjek hukum menjadi dasar dikeluarkannya hutan adat kasepuhan dari status hutan negara sesuai yang diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

“Komitmen Pemda Lebak untuk melindungi hak-hak masyarakat adat, baik Baduy maupun Kasepuhan, memudahkan proses advokasi yang sangat berliku,” ungkapnya.

Ditambahkan Kepala Desa Jagaraksa, Jaro Wahid menyatakan, festival hutan adat sebagai media berbagi cerita sukses pasca pengakuan hutan adat satu tahun lalu bagi masyarakat hukum adat yang hutanya telah dikembalikan kepada mereka.

“Warga sangat bersemangat untuk menata kembali pengelolaan hutan menurut adat tatali paranti karuhun,” ujar Jaro Wahid.

Jaro Wahid yang juga merupakan incu putu Kasepuhan Karang yang diberi mandat oleh tetua adat menegaskan, pengelolaan hutan adat menjadi tanggung jawab kasepuhan Karang dengan menerapkan hukum adat setempat.

“Tidak semua hutan adat disana dapat di garap oleh masyarakat, karena ada aturan-aturan leluhur yang harus dipatuhi oleh masyarakat adat. Ada yang disebut hutan Tutupan, Titipan, dan Garapan. Jika ada masyarakat yang melakukan penebangan pohon tanpa izin, maka akan kena sanksi oleh adat setempat,” tandasnya. (Deni).