Peran Emosi dalam Perilaku Organisasi

Oleh :
Chera Sarahwati, Mayang Damayanti, Gunawan Ramadhan dan Muhammad Reihan Mahasiswa Universitas Pamulang.

ORBITBANTEN – Emosi adalah suatu konsep yang sangat majemuk sehingga tidak dapat satupun definisi yang diterima secara universal. Emosi sebagai reaksi penilaian (positif atau negatif) yang kompleks dari sistem syaraf seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam diri sendiri. Menurut Daniel Goleman (2002:411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.

Dari pengertian di atas yang dikemukakan oleh Daniel Goleman menandakan suatu emosi dapat bertindak pada bagian ruang pikiran manusia yang sifatnya bias abstrak. Menariknya emosi sangat dibutuhkan oleh manusia dalam hal pengambilan keputusan maupun kebijakan, hal ini menyebabkan emosi dapat berdampingan kehidupan sehari-hari dengan berbagai kompleksitasnya.

Dengan argumentasi di atas mendeskripsikan suatu emosi sangat amatlah kental dalam tubuh organisasi, apalagi suatu organisasi lahir sebab akibat adanya indikator emosi. Apabila kita kaitkan emosi dalam tubuh organisasi menjadi suatu pembahasan yang membuat organisasi tersebut menjadi lebih berwarna. Dalam suatu organisasi, kunci pengambilan keputusan yang baik adalah menerapkan pemikiran dan perasaan dalam suatu keputusan.

Kecerdasan emosional telah menjadi konsep yang kontroversial dalam perilaku keorganisasian, dengan adanya faktor pendukung dan penentang didalamnya, antara lain:
1. Kasus yang mendukung untuk kecerdasan emosional :

a. Daya tarik intuitif
Adalah intuisi menyatakan orang yang dapat mendeteksi emosi orang lain, mengendalikan emosinya sendiri, dan mengendalikan interaksi sosial dengan baik, memiliki posisi yang kuat dalam dunia bisnis

b. Kecerdasan emosional memprediksi kriteria yang berarti bukti menyatakan level tinggi kecerdasan emosional berarti seseorang akan berkinerja baik dalam pekerjaannya.

c. Kecerdasan emosional berdasarkan biologi
Dalam sebuah studi, orang-orang dengan kerusakan di area otak yang mengatur pemrosesan emosional (bagian korteks prefrontal) memiliki skor tidak lebih rendah dalam ukuran standar kecerdasan daripada orang tanpa kerusakan yang sama.

2. Kasus yang bertentangan dengan kecerdasan emosional

a. Para peneliti kecerdasan emosional tidak sepakat tentang definisi maksudnya adalah ini Merupakan perspektif atas kecerdasan emosional yang berdasarkan kemampuan

b. Kecerdasan emosional tidak dapat di ukur
Hal ini dikarenakan mereka berpendapat bahwa kecerdasan emosional sebagai bentuk inteligensia.

c. Kecerdasan emosional tidak lebih dari sekedar kepribadian dengan label berbeda
Karena kecerdasan emosional sangat erat kaitannya dengan intervensi dan kepribadian, sekali anda mengendalikan faktor-faktor ini tidak lagi hal unik ditawarkan.

Poin-poin mengenai segala bentuk emosi menjadi suatu data dan fakta bahwasannya emosi ini membidangi segala permasalahan yang bisa dijadikan solusi atas adanya narasi-narasi yang bersifat ilusi hingga abstraksi namun tetap menghasilkan suatu aspirasi hingga mendorong inspirasi.

Dalam suatu penulisan ini, tentu diksi-diksi yang dibawa belum mematangkan argumentasi seberapa besar perannya emosi dalam suatu tubuh organisasi. Apalagi tumpang tindihnya data yang diberikan masih memerlukan uji reabilitasnya. Studi kasus yang dibawa belum memenuhi keterlibatan konteks emosional secara mendalam.

Implikasi poin-poin organisasi masih minim dalam penulisan yang mengandung tema emosi. Pembahasan sepenuhnya hanya berfokus pada satu sudut pandang emosi sehingga pemahaman organisasi yang mengandung undur emosional belum cukup kompleks. (*/).