Kreasi Unik Cincin Batu Kalimaya Dari Limbah Tanduk di Maja

Kreasi ring cincin batu kalimaya dari limbah tanduk kerbau (Foto/istimewa)

MAJA – Limbah kayu, tempurung kelapa, dan tanduk sapi atau kerbau sering kali hanya dibuang begitu saja atau digunakan untuk bahan bakar memasak.

Namun ditangan Purnama asal Kampung Sangiang, Desa Pasir Kacapi, Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak ini, tanduk kerbau yang dianggap tidak memiliki nilai tersebut, disulapnya menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi tinggi, apalagi dikreasikan dengan jenis batu yang sempat membuming beberapa tahun lalu yakni batu kalimaya.

Menurutnya, batu kalimaya dengan ukuran kecil kurang diminati. Namun, lewat tangan trampilnya lah batu kalimaya yang berdiameter tidak lebih dari 5 mili senti tersebut dikreasikan dengan cincin tanduk sehingga menjadi bernilai.

Pengrajin saat melakukan proses pembuatan ring cincin dari lombah tanduk di Desa Pasir Kacapi (Foto/Deni).

“Batu kalimaya yang ukuranya kecil kan susah dijual secara langsung. Kalau kita kemas dengan ikat cincin tanduk seperti ini kan lumayan harga jualnya bisa lebih tinggi,” ucapnya.

Pria kelahiran 1985 tersebut mengaku, sudah sepuluh tahun lebih menekuni usaha kerajinan ring cincin (Kokot, istilah setempat) yang terbuat dari tanduk kerbau. Hasil kerajinanya banyak dipesan para pencinta cincin dari berbagai daerah, seperti Bandung, Bogor, Jakarta, bahkan dari Batam dan Bali.

“Kebanyakan yang pesan itu dari luar kota Kang. Ada yang dari Bogor, Bandung, Tangerang, bahkan dari Bali juga ada,” katanya kepada Orbit Banten, Minggu (24/12).

Dia menjelaskan, ring cincin yang dibuatnya dibanderol dengan harga mulai dari Rp 30 ribu hingga Rp 75 ribu per buah, tergantung ukuran dan motif yang diinginkan konsumen.

“Kalau penghasilan, cukup lah buat biaya sekolah anak. Biasanya mereka memesan per paket, paling sedikit 10 buah per paketnya,” ujarnya.

Pria yang akrab dipanggil Kurbek ini mengaku, keahliannya itu diperoleh secara otodidak dengan mempelajari seni mengolah tanduk.

“Pertama kali membuat cincin ini secara manual dengan alat seadanya. Sehari hanya menghasilkan tidak lebih dari 10 buah. Tapi dengan alat yang saya gunakan sekarang ini bisa mencapai 10 sampai 20 buah perhari,” jelasnya

Kurbek menjelaskan, tanduk yang diolahnya tersebut merupakan tanduk pilihan. Dipilihnya tanduk kerbau betina karena memiliki kelebihan baik dari segi serat, ketebalan serta kekuatannya berbeda dengan tanduk-tanduk lainya.

Ia menjelaskan, pengolahan tanduk menjadi kerajinan tidak hanya butuh keahlian dan sentuhan seni, tapi juga dibutuhkan ketekunan dan kehati-hatian karena proses pengolahanya tidak sebentar.

“Melalui proses pembentuka pola dan pengukuran lubang, tanduk selanjutnya diolah sesuai keinginan sampai pada proses penghalusan dan finishing,” bebernya pria dua anak tersebut.

Sementara itu, menurut salah seorang tokoh masyarakat Desa Pasir Kacapi, Kecamatan Maja, Kadik mengungkapkan, kerajinan pengolahan tanduk oleh Purnama sudah berjalan cukup lama

Menurutnya, apa yang dilakukan Purnama patut menjadi contoh dan inspirasi bagi masyarakat. Selama ada kemauan, kata Kadik, dengan krativitas dan sentuhan seni kita bisa mengolah barang bekas yang awalnya tidak berguna bisa menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi.

“Hasil karyanya cukup memuaskan, terbukti dengan banyaknya pesanan dari luar kota yang datang ke tempat Purnama. Sesekali saya juga ikut memasarkan hasil kerajinannya, dan alhamdulillah mendapat respon positif ketika saya tawarkan kepada rekan-rekan saya,” katanya.

Kadik berharap, usaha kerajinan yang dilakukan Purnama tersebut dapat terus ditingkatkan dan terus berinovasi, agar usahanya dapat berkembang dan merambah ke pasar yang lebih besar.

“Mudah-mudahan pengrajin tanduk seperti Purnama ini dapat terus berinovasi, sehingga bisa menjadi produk andalan di Desa Pasir Kacapi,” harapnya (Deni Sopandi).